Luas wilayah suatu kota dirancang untuk memenuhi fungsi kota yang dapat memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi warganya. Ibu Kota Kabupaten Bandung pun, pada awal abad ke-20, dirancang hanya dalam kawasan seluas 3 x 3 km. Tepatnya, antara batas barat dan batas timur, dengan mengambil poros jalan raya pos, kini Jl Sudirman sampai Jl Asia Afrika, panjangnya hanya 2,74 km.
Batas perencanaan di utara sampai kediaman asisten residen Priangan, sekarang Gedong Pakuan, kemudian berkembang sampai kampus Technische Hoogeschool (TH), Institut Teknologi Bandung (ITB). Batas perencanaan di selatan sampai lapangan Tegallega. Bila diukur dari ujung Tegallega paling selatan sampai kediaman asisten residen Priangan jaraknya 2,57 km, dan 5 km sampai kampus TH. Dari kediaman asisten residen Priangan sampai alunalun Bandung jaraknya hanya 1,1 km.
Setelah jalan raya pos selesai dibangun, Daendels memaksa agar ibu kota Kabupaten Bandung segera dipindahkan ke pinggir jalan raya pos, agar rentang kendalinya menjadi pendek. Di jalan raya pos sepanjang 2,74 km itulah tumbuh fasilitas kota yang menunjang kepentingan kolonial saat itu.
Batas barat dan batas timur sangat jelas di jalan tersebut, karena menjadi poros utama yang masuk dan keluar Kota Bandung. Dibangunlah kacakaca atau gerbang kota di ujung barat dan diujung timur, yang diberi nama Kacakaca Kulon (Gerbang Kota Barat) dan Kacakaca Wetan (Gerbang Kota Timur), dan ditulis dalam peta-peta awal abad ke-20.
Kacakaca itu penanda kawasan, landmark. Pada mulanya, kacakaca itu berupa lengkungan (biasanya dari bambu), yang didirikan sebagai gapura, sebagai gerbang kota, atau penanda kemenangan, dan untuk menghormati seorang pahlawan.
Dalam bahasa Sunda kacakaca berarti dua tihang gedé (tembok) di kénca katuhueun jalan, baheula jadi tanda wates kota, ari ayeuna mah diwangun dialus-alus, minangka perhiasan dina waktu raraméan (R. Satjadibrata, Kamus Basa Sunda, 2005), dua tiang besar (dari tembok) di kiri kanan jalan, dulu menjadi batas kota, sekarang dibangun dibagus-bagus, sebagai hiasan saat ada keramaian.
Kini, Kacakaca Wetan menjadi nama jalan, Jl Kacakaca Wetan (Oosteinderweg) hanya berupa jalan penghubung antara Jl Lengkong Kecil dengan Jl Asia Afrika. Semula, sebutan Kacakaca Wetan itu adalah nama kawasan dan nama jalan utama untuk ruas Grootepostweg - Kacakaca Wetan, sekarang Jl Asia Afrika antara Jl Tamblong sampai Parapatanlima.
Dalam Peta Bandung yang terdapat dalam buku Batavia, Buitenzorg, end de Preanger, Gids voor Bezoekers en Toeristen karya M. Buys (1891), kawasan Kacakaca Wetan dituliskan dalam peta itu, tapi Kacakaca Kulon tidak ditulis.
Dalam Peta Bandoeng en Omstreken/Topographische Inrichting (1910), batas kota sebelah barat dan timur sudah ditulis dengan jelas, Kacakaca Kulon dan Kacakaca Wetan. Dari peta itu terlihat jelas kawasan yang masuk dalam perencanaan wilayah Kota Bandung, yaitu kawasan sepanjang 3 km.
Sedangkan dalam Peta Bandung tahun 1921 (Dutch Colonial maps - Leiden University Libraries), nama kawasan dan nama jalan Grootepostweg - Kacakaca Wetan dan Grootepostweg - Kacakaca Kulon ditulis dalam peta.
Batas sebelah timur sampai Kacakaca Wetan, lalu Grootepostweg berbelok ke arah Kosambi menerus ke Parakanmuncang. Batas barat sampai perempatan Grootepostweg Kacakaca Kulon, sekarang Jl Jend Sudirman, dengan Chineeshe Tampleweg di Jl Kelenteng. Kawasan di luar itu pada sebagian besar masih berupa sawah dan kebun. Dapat dimengerti, mengapa pabrik kina dibangun di tempat itu, karena kawasan itu berada di luar kota. Kawasan Pamoyanan saja tempat maung berjemur, dan sekitar Sukajadi dan Cihampelas saat itu masih dinamai Garunggang. Garunggang itu bermakna kosong atau hampa (Prof. Drs. Wojowasito, Kamus Kawi – Indonesia (1998).
Kini, nama kawasan dan nama jalan Grootepostweg - Kacakaca Kulon sudah tidak tertulis lagi dalam peta, sehingga ada warga kota yang kehilangan jejak, di mana letak gerbang kota di sebelah barat pada awal-mula kota ini dibangun.